Ratu Boko, Pesona Peninggalan Budaya yang Misterius

Image

Pernahkah mendengar nama Situs Ratu Boko? Memang, situs yang satu ini belum setenar Candi Borobudur atau Candi Prambanan. Tapi, Situs Ratu Boko ini sudah ada sebelum dibangunnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Letak Situs Ratu Boko ini dekat dengan Candi Prambanan. Lebih tepatnya 3 KM arah selatan Candi Prambanan. Karena letaknya di atas bukit, kita tidak hanya melihat situs kuno saja, tapi juga pemandangan alam yang menakjubkan, disertai sejuknya angin yang berhembus. Pemandangan Kota Yogyakarta dan Candi Prambanan dengan latar belakang Gunung Merapi, dapat terlihat dengan jelas dari SItus Ratu Boko.

Di Kraton Ratu Boko ini, kita tidak hanya melihat candi. Namun juga situs lain, seperti gapura, paseban, candi pembakaran, keputren (tempat singgah para puteri), kolam pemandian puteri jaman dulu, dan gua lanang- wadon. Di sini, kita bisa melihat adanya percampuran budaya dalam struktur Kraton Ratu Boko, yakni budaya Budha dan Hindu. Situs Ratu Boko merupakan simbol kerukunan beragama di masa lalu.

Image

Kalau dilihat dari sejarahnya, bisa dibilang Situs Ratu Boko ini masih misterius. Ratu Boko merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno dari abad ke 8. Berdasarkan sejarah, dulu Ratu Boko digunakan oleh Dinasti Syailendra, sebelum masa Raja Samaratungga (pendiri Candi Borobudur) dan Rakai Pikatan (pendiri Candi Prambanan).

Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan Rakai Panangkaran pada 746-784 Masehi, pada awalnya bangunan yang ada di kawasan Ratu Boko disebut Abhayagiri Wihara. Abhaya berarti tidak ada bahaya, Giri berarti gunung atau bukit, Wihara berarti asrama atau tempat. Sehingga Abhayagiri Wihara adalah asrama atau wihara para biksu agama Budha yang terletak di atas bukit penuh kedamaian. Pada masa berikutnya, antara 856-863 Masehi, Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Kraton Walaing yang diproklamirkan Raja Vasal bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Prasasti Mantyasih yang berangka tahun 898-908 M yang dikeluarkan Rakai Watukara Dyah Balitung masih menyebut nama Walaing sebagai asal usul Punta Tarka sang pembuat prasasti Mantyasih. Dari awal abad 10 hingga akhir abad 16, tidak ada berita terkait Kraton Walaing ini.

Sembilan puluh tahun kemudian, yakni 1790, Van Boeckholtz menemukan adanya reruntuhan kepurbakalaan di atas Situs Ratu Boko. Seratus tahun kemudian, FDK Bosch mengadakan penelitian dan melaporkan hasil penelitiannya yang diberi judul Kraton Van Ratoe Boko. Diawali laporan itulah, kepurbakalaan yang ada di bukit Ratu Boko dikenal dengan Kraton Ratu Boko. Sebelumnya, masyarakat lebih sering menyebutnya sebagai Candi Dawung atau Kraton Ratu Boko van Ratoe Boko.

Kraton Ratu Boko berasal dari Kraton dan Ratu Boko. Kraton berasal dari Ka-datu-an yang artinya tempat atau istana raja, sedangkan Ratu Boko berarti bangau. Namun, masih belum diketahui siapa yang dimaksud dengan Raja Bangau tersebut. Namun, legenda menuturkan bahwa Ratu Boko merupakan ayah dari Roro Jonggrang, yang merupakan asal muasal munculnya legenda Bandung Bondowoso di Candi Prambanan.

Prasasti atau bukti sejarah yang merujuk pada Situs Ratu Boko, memang masih minim. Oleh karena itu, sejarah pasti terkait situs ini belum bisa diungkapkan secara jelas. Di sinilah letak misterius Ratu Boko, yang juga menjadi daya tarik bagi pengunjung. Keindahan, eksotisme, dan ke-misterius-annya membuat kita dapat mereka-reka atmosfer kehidupan di masa kuno dulu. 

 

*photo credit: PT. Taman Wisata Candi, Borobudur, Prambanan, & Ratu Boko