One of My Adventures

Senin, 7 Maret 2011

Beberapa orang sering mengatakan “I hate Monday”, akibat dimulainya aktivitas rutin di hari Senin setelah libur di Hari MInggu. Bagi kami, Senin adalah hari yang menyenangkan. Yah, mungkin kami juga pernah benci Hari Senin. Tapi, setidaknya bukan Senin 7 Maret 2011. Mengapa? There are a lot of stories behind it 😀

SINGAPORE

TEMPAT SAMPAH YANG MELIMPAH

Tepat di 7 Maret 2011, kami memulai petualangan sebagai backpacker lingkungan. Kami mempunyai banyak tujuan, namun Singapura ditetapkan sebagai target pertama. Sejak pertama kaki melangkah keluar dari pesawat, mulut tak henti-hentinya mengagumi bandara ini. Yap, sekitar pukul 11.00 waktu Singapura, Changi International Airport! Waktu dan tempat yang sangat menyenangkan. Bagaimana tidak? Pukul 07.00 masih di Yogyakarta, tapi dalam sekejap sudah berada di tempat sekelas Changi International Airport. Selain itu, baru pertama kali berkunjung ke luar negeri dan langsung disuguhi dengan kebersihan dan kemegahan bandara internasional di Singapura tersebut. ndeso yo ben! ;p Semua tertata harmonis dan bersih! Bahkan, untuk tempat sampah pun mereka memperhitungkan desainnya untuk mendukung harmonisasi tersebut.harmonisasi

Keluar dari Changi, kami memilih MRT (Mass Rapid Transit) sebagai transportasi utama. Pembelian tiket MRT ini pun diatur sedemikian rupa, yang menunjukkan keteraturan di Singapura. Karena akan berada di Singapura selama dua hari, kami memilih tiket MRT yang bisa digunakan berulang-ulang seharga 26 SGD. Ketika berada di dalam MRT, kami pun terus memuji kebersihannya. Simbol-simbol anti-littering pun banyak ditemukan di dalam MRT.

Dari Changi, kami turun di Bugis Station. Di sini, kami mulai bertanya ke beberapa warga setempat terkait alamat tempat penginapan. Dengan ramah, seorang ibu pun memberitahu jalan menuju MacKenzie Road, bahkan menyetop-kan (?) taksi untuk kami (terima kasih banyak , Ma’am :D).

Kami menginap di sebuah hostel yang dikhususkan untuk backpacker. Hal yang menarik di hostel tersebut adalah kami harus mencuci tangan sebelum menggunakan PC di sana! Wow! Karena digunakan secara umum oleh penghuni hostel tersebut, PC dijaga agar tetap higienis sehingga nyaman jika digunakan orang lain. Kami merasa amaze karena akan sulit menemukan hal tersebut di Indonesia.

Setelah beristirahat sebentar, sekitar pukul 15.30 kami melanjutkan perjalanan dan menuju wilayah Little India. Kawasan ini merupakan tempat tinggal, berdagang, ataupun beraktivitas bagi warga India di Singapura. Dan memang, toko berjajaran di sepanjang jalan Little India. Dan ada hal yang sempat menggelitik benak kami, bahwa masih ada beberapa sampah yang teronggok di pojok toko atau di pinggir jalan. Memang tidak dalam jumlah besar, namun jika dibandingkan dengan Changi, MRT, atau penginapan, onggokan sampah kecil itu cukup mengganggu mata dan pikiran. Mengapa? Karena ternyata masih ada warga yang buang sampah sembarangan! Dan kami pun bertanya-tanya, apakah orang tersebut kena denda? Bagaimana pengawasan terhadap warga dalam membuang sampah? Perlu diketahui, jika ketahuan membuang sampah sembarangan di Singapura, maka akan dikenai denda oleh pemerintah. Hmm…, menarik.

Menjelang senja, perjalanan pun berlanjut ke pencarian Merlion Park. Tentu semua orang tahu symbol dari Singapura tersebut, yakni gabungan dari mermaid dan lion yang membentuk hewan singa berekor seperti ikan. Kami menggunakan peta sebagai petunjuk arah. Dan berdasarkan peta (yang kami anggap sangat terpercaya itu), Merlion Park berada di kawasan Marina Bay Sands. Marina Bay Sands ini merupakan kawasan yang patut dikunjungi jika berada di Singapura. Ia merupakan wilayah dengan danau buatan yang dikelilingi bangunan dengan arsitektur yang unik.

Sepanjang perjalanan mengelilingi Marina Bay Sands dan mencari Merlion Park, penulis kembali menemukan bukti otentik akan tingkat kesadaran tinggi terhadap no littering. Kita dapat menemukan banyak tempat sampah di kawasan ini, tanpa mengganggu pandangan akibat jumlahnya yang banyak. Tempat sampah didesain sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan suasana di kawasan Marina Bay Sands. Sebagai gambaran, di sekeliling Marina Bay Sands ini banyak terdapat bangunan, sebut saja Marina Bay Art Gallery dan The Shoppes Marina Bay Sands. Hal yang menarik adalah, tiap tempat menyediakan tempat sampahnya masing-masing. Di taman kecil di depan The Shoppes Marina Bay Sands, banyak berjajar tempat sampah. Namun, di depan The Shoppes Marina Bay Sands itu sendiri juga tersedia tempat sampah dengan desain yang berbeda. Desain yang berbeda juga ditemukan di Marina Bay Art Gallery. Dapat dikatakan bahwa berbagai pihak, dalam hal ini adalah pengelola Marina Bay Sands, The Shoppes Marina Bay Sands, dan Marina Bay Art Gallery, bersama-sama membangun lingkungan yang anti-sampah berserakan. Mereka seolah-olah saling melengkapi dengan penyediaan berbagai tempat sampah itu. Dan sekali lagi, keberadaan tempat sampah dalam jumlah banyak tersebut tidak merusak pemandangan, bahkan bisa membuat pengunjung malu jika buang sampah sembarangan. Kalau ada tempat sampah banyak, mengapa buang sampah sembarangan? Secara tidak langsung, ketersediaan tempat sampah tersebut juga untuk membangun kesadaran untuk no-littering.

no-littering

Namun di balik keindahan tanpa sampah itu, di salah satu spot danau Marina Bay Sands dapat ditemukan beberapa sampah mengapung. Yakni, di bawah jembatannya. Alangkah indahnya jika sampah itu juga menjadi perhatian dari pihak pengelola Marina Bay Sands.

Ok, perjalanan berlanjut untuk menemukan Merlion Park. Kami sudah bertanya ke beberapa warga, tetapi Sang Singa-Duyung itu tak kunjung ditemukan. Dan ketika menyusuri tepi jalan raya, penulis menemukan benda unik, yakni tempat sampah yang dihias dengan mural. Adapun tulisan dalam mural tersebut adalah ajakan untuk menjaga kebersihan dengan membuang sampah di tempat sampah, yakni:

  • Keep the Spore Clean
  • Movement 4 the greater appreciation of Dustbins
  • Feed us

Tempat sampah dengan mural tersebut berada di sekitar Olympic Youth Center. Dan dilihat dari penempatan, pengemasan (dalam bentuk mural), gaya tulisan, dan bahasa, kata-kata persuasi di tempat sampah itu ditujukan untuk kaum muda. Sangat disayangkan karena saat itu penulis tidak mempunyai kesempatan untuk mengabadikan tempat sampah gaul tersebut.

Selain itu, ada juga tempat sampah yang lazim ditemukan di sepanjang jalan di Singapura. Yakni tempat sampah hijau dengan tulisan:

DO THE RIGHT THING

Let’s bin it!

Fine $300 for littering

Tempat sampah hijau ini mudah sekali ditemukan, karena peletakannya yang hanya berjarak sekitar 3-5 meter antar tempat sampah. si hijau yang familiarIni pun menunjukkan bahwa pemerintah ingin melahirkan kesadaran tinggi akan no-littering terhadap masyarakatnya, dengan membiasakan masyarakatnya membuang sampah di tempat sampah.

Setelah berkeliling dan menemukan berbagai tempat sampah unik, tim pun sampai ke Merlion Park. Tetapi, bukan kegembiraan yang muncul. Merlion Park yang berada di depan mata bukanlah Patung Merlion dengan air mancur yang ada di bayangan kami, tapi hanya patung kecil tanpa air mancur. Yaaah, sudahlah. Mungkin belum rejeki kami melihat Patung Merlion ber-air mancur itu. Meski tak berjumpa dengan Merlion, kami tetap senang karena menemukan sisi-sisi menarik dari Singapura terkait pengelolaan tempat sampah.

Selasa, 8 Maret 2011

Merupakan hari kedua kami di Singapura. Kami menetapkan berbagai spot yang ingin dikunjungi dan diobservasi, yakni kawasan perdagangan di Little India dan Bugis Street.

Yap, kami berkunjung lagi ke Little India. Lebih tepatnya di kawasan perdagangannya, di mana banyak berjajaran toko-toko dengan berbagai variasi barang dagangan. salah satu sisi pertokoan di Little IndiaNamun, ternyata sampah teronggok juga ditemukan di beberapa titik. Memang tidak dalam jumlah besar, tapi cukup mengganggu karena di sekitar onggokan itu ada tempat sampah.

Meski begitu, kesadaran pihak swasta di Little India patut diacungi jempol. Selain bergantung pada tempat sampah hijau, mereka juga menyediakan tempat sampah sendiri di depan toko mereka. Bahkan di salah satu bar, di atas tempat sampah dipasang secarik kertas sederhana bertuliskan “Please Keep Area Clean. DO NOT LITTER. Thank you for your co-operation”. Meski pengemasan ajakan itu sederhana, ini menunjukkan bahwa dari sector swasta memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan dengan mengajak pengunjungnya untuk no littering.

Pengamatan di Little India pun selesai. Kami kembali ke hostel sebelum pukul 12.00 untuk melakukan check out dan melanjutkan perjalanan. Target pengamatan selanjutnya adalah Bugis Street.

Di Bugis Street, kawasan belanja murah di Singapura, kami menemukan hal yang sama yakni adanya dukungan pihak swasta. Banyak terdapat tempat sampah hijau yang bersanding dengan tempat sampah lain (tempat sampah oleh pihak swasta.red). Di salah satu tempat sampah yang disediakan oleh pihak mal di Bugis Street, terdapat simbol orang buang sampah yang diikuti kata “Green for Life”.green for life

Beruntung, saat pengamatan di Bugis Street ini, kami bertemu dengan salah satu pekerja kebersihan. Kami pun berbincang sedikit terkait pengolahan sampah di Singapura ini. Menurut petugas kebersihan yang kami temui di sana, tempat sampah yang ada (merujuk pada tempat sampah hijau.red) memang bukan tempat sampah yang dipilah-pilah antara sampah plastik dan non-plastik. Semua sampah jadi satu. Sampah akan diambil oleh pekerja kebersihan dan akan dipilah oleh pengepul. Kemudian, sampah yang bisa didaur ulang juga dipilah dan diolah lagi.petugas kebersihan

Ketika di Bugis Street ini, penulis juga mengamati tingkah laku warga Singapura terkait sampah. Dan memang, mereka selalu buang sampah di tempat sampah. Bahkan untuk sepuntung rokok pun! Penulis banyak melihat bahwa mereka melakukan hisapan terakhir di dekat tempat sampah, menunggu, kemudian membuang puntung rokok ke dalamnya. Bisa dikatakan bahwa kesadaran masyarakat akan no littering ini tinggi.

Selain kesadaran warga yang tinggi dan dukungan sector swasta, ada hal lain yang bisa menjadi factor pendorong kebersihan di Singapura. Yakni sulit ditemukannya pedagang kaki lima atau asongan. Kalau pun ada, itu pun di wilayah yang tersentral, seperti di wilayah Bugis Street ini. Minimnya pedagang kaki lima dan asongan ini, mampu mereduksi kemungkinan buang sampah sembarangan.

Pengamatan di Bugis Street berakhir, tim pun menuju ke stasiun kereta untuk menuju Malaysia. Dalam perjalanan ke stasiun ini, penulis menemukan tempat sampah yang khusus untuk puntung rokok. Di tempat sampah itu ada tulisan “for cigarettes only no paper waste”. Sederhana, tapi menarik.hanya untuk rokok

Perjalanan di Singapura ini memang menyenangkan. Kami berharap perjalanan ke negara selanjutnya tak kalah menarik dari ini.

MALAYSIA

MALAYSIA: LAIN LADANG, LAIN BELALANG

Rabu, 9 Maret 2011

Setelah semalaman perjalanan dari Singapura dengan kereta api dan sempat “menggelandang” di Stasiun Johor Baru, sampailah kami di Stasiun KL Sentral. Welcome to KL! 😀

Kurang lebih pukul 08.00 pagi kami sampai di KL Sentral. Karena waktu check in hostel masih lama, kami pun melakukan pengamatan awal. Setelah beristirahat sejenak, kami menuju wilayah Bukit Bintang, kawasan yang penuh dengan mal. Di Bukit Bintang ini, kami menemukan berbagai cara persuasif yang dilakukan pemerintah untuk menjaga lingkungan. Di beberapa titik tempat, dapat ditemukan baliho dengan gambar bunga sepatu bertuliskan “Sayangi Kuala Lumpur”. Dan di salah satu titik perempatan, dipasang bilboard yang juga bertuliskan “Sayangi Kuala Lumpur”.sayangi KL

Selanjutnya, kami menyusuri jalan di Bukit Bintang. Di kawasan ini, banyak orang yang merokok di tempat umum. Bahkan, beberapa ada yang membuang puntung rokoknya sembarangan. Memang, tempat sampah tidak sebanyak di Singapura. Tapi di pinggir jalan mudah ditemukan tempat sampah kuning-biru, yang dikelola oleh DBKL (Dewan Bandaraya Kuala Lumpur), badan pemerintah yang bertanggungjawab dalam manajemen lingkungan hidup. Tapi, tak banyak ditemukan peringatan untuk no littering, di tempat sampah atau di tempat lain.si biru-kuning

Dukungan sector swasta di Bukit BIntang ini juga bisa ditemukan. Beberapa mal atau pertokoan di kawasan ini juga menyediakan tempat sampah di luar bangunan. Sehingga tempat sampah swasta bersanding dengan tempat sampah dari DBKL. Dan hampir sama seperti Singapura, di Malaysia tak banyak pedagang kaki lima atau asongan. Kemungkinan untuk membuang sampah sembarang pun bisa diperkecil dengan kondisi tersebut. Di lingkungan Bukit Bintang ini pun nampak bersih, dengan adanya berbagai fakta tersebut.

Suasana bersih itu didukung dengan udara yang sejuk, meski sarat dengan kendaraan. Di sepanjang jalan Bukit Bintang ini, ditanami pohon (semacam pohon palem.red) yang membuat suasana tetap hijau. Jadi meski crowded dan banyak kendaraan, tidak terasa panas dan berasap karena kendaraan.sepanjang jalan

Sekitar pukul 12.00, kami pun kembali ke KL Sentral dan melanjutkan perjalanan untuk check in pukul 14.00.

Setelah berbenah dan istirahat sejenak, kami melanjutkan misi. Sore sekitar pukul 16.00, langkah kami bersemangat menuju Central Market, kawasan belanja tradisional di Kuala Lumpur. Bisa disebut tradisional karena tempat Central Market ini bukan mal dan menjual barang-barang souvenir khas Malaysia. FYI, Central Market dulu disebut Pasar Seni dan seiring perkembangannya berubah nama menjadi Central Market.

Pertama masuk ke Central Market ini, kami melihat kerapian dan tata letak antar kios yang diatur sedemikian rupa. Tak ada kesan sumpek di tengah banyaknya pengunjung dan barang dagangan yang menumpuk. jajaran toko di Central MarketKebersihan pun terasa, karena tak ada sampah sedikitpun yang bertebaran atau teronggok. Padahal, tempat sampah di dalam Central Market ini minim. Tempat sampah hanya bisa ditemukan di beberapa pojok.

Setelah puas pengamatan di Central Market, kami pun kembali ke hostel untuk menyiapkan mental dan fisik untuk misi di Malaysia di hari kedua.

Kamis, 10 Maret 2011

Tujuan pertama untuk hari kedua ini adalah Kampung Kerinci. Pagi pukul 08.00 kami keluar dari hostel dan menuju ke kampung-nya orang Indonesia di Malaysia tersebut. Di sini tinggal banyak orang Indonesia yang merantau ke Malaysia. Tapi ada juga orang Malaysia yang tinggal di kampung tersebut, namun dalam jumlah sedikit. Di kampung ini, kami menemukan berbagai hal yang mengejutkan. Di tengah gedung-gedung tinggi menjulang, ternyata masih ada wilayah yang tak terurus dan kumuh.

Di Kampung Kerinci itu, mudah sekali ditemukan onggokan sampah dan bau. Mayoritas rumah terbuat dari kayu yang dilengkapi kardus. Namun karena kami berkunjung saat pagi, keadaan Kampung Kerinci sangat sepi karena penduduknya sedang pergi bekerja.

Setelah menyusuri jalan kampung, kami menemukan ada pengumpul sampah (rongsokan), yang ternyata milik warga Malaysia. Kami pun menemui Ruslan, pria hampir setengah baya yang bekerja di pengumpul sampah tersebut. Ruslan mengatakan bahwa pengumpul sampah ini membeli sampah dari warga-warga, terutama warga Kampung Kerinci. “Dari pengumpul ini, sampah-sampah dijual ke pengilang sampah. Di pengilang ini, sampah dipilah dan didaur ulang jika bisa didaur ulang”, tutur Ruslan.

Meski sudah ada pengumpul sampah, beberapa warga Kampung Kerinci ini masih saja membuang sampah sembarangan. Misal saja Saipul, warga Jambi yang hingga hari itu baru 2 bulan tinggal di Kampung Kerinci. Dia mengaku kalau buang sampah hanya dikumpul dalam plastik, lalu dibuang di depan rumah. “Dalam sehari, kami bisa buang sampah dua kali,” kata Saipul. Dan tak hanya di Saipul, di depan rumah warga lain pun banyak sampah yang berserakan. Padahal, tempat pengumpul sampah sangat berdekatan dengan rumah-rumah warga tersebut, termasuk dekat dengan rumah Saipul. Tak tahu alasan apa yang membuat mereka enggan menjual sampah ke pengumpul. Padahal, kalau sampah tersebut dijual, mereka akan mendapat uang dari pengumpul sampah.
sudut di Kampung Kerinci, Malaysia

Pasca Kampung Kerinci, kami kembali ke KL Sentral untuk transit dan istirahat sejenak. KL Sentral merupakan pusat orang-orang untuk mobilitas atau pertukaran transportasi di Kuala Lumpur. Sembari beristirahat, kami melakukan pengamatan sederhana di KL Sentral ini. Selain adanya symbol no littering dan symbol kebersihan lain, dapat ditemukan bermacam-macam iklan layanan masyarakat dengan kata-kata persuasif yang disertai poster. Kata-kata tersebut antara lain:

  • Sihat Tanpa Alkohol
  • Tak Nak Merokok
  • Makan dengan Sihat

Sebenarnya, kata-kata di atas merupakan kata yang sederhana dan sangat disadari oleh orang secara umum. Namun dengan disertai gambar yang sinkron, iklan itu menjadi lebih menarik dan mak jleb.

Sekitar pukul 16.30, kami menuju Petronas untuk melakukan pengamatan di gedung kembar kebanggaan Malaysia tersebut. Di Petronas ini, lingkungan sangat bersih. Di dalamnya, ada banyak ruangan untuk mendukung wisata menara Petronas. Salah satunya adalah exhibition room. Dalam luar ruangan, ada tempat sampah yang dipilah-pilah. Yakni sampah plastik, kertas, dan kaca & alumunium. Meski di luar ada tempat sampah, di dalam ruangan juga disediakan tempat sampah (lebih kecil dan tak dipilah-pilah). Petugas kebersihan pun selalu membersihkan dalam ruangan, meski hanya kotor sedikit. Terlihat ada satu hingga dua petugas kebersihan yang stand by di tempat. Selain untuk perkantoran, Petronas juga untuk kawasan wisata, maka tak heran jika sangat dijaga kebersihannya.

Sebelum pukul 21.00, pengamatan di Petronas pun berhenti, karena kami harus menuju terminal Bukit Jalil untuk melanjutkan perjalanan ke Thailand! See you at Bangkok… 😀

THAILAND

PLASTIK KRESEK DAN PETUGAS KEBERSIHAN, I HEART YOU!

Sabtu, 12 Maret 2011

Perjalanan darat dari Kuala Lumpur ke Bangkok menghabiskan waktu 2 malam 1 hari. Berangkat pada 10 Maret pukul 23.00 dari Terminal Bukit Jalil, dan sampai di tempat pemberhentian bis di Chatujak pada 12 Maret dini hari. Dan kami sampai di penginapan sekitar pukul 05.00, di kawasan Chanasongkhram. Karena waktu check in masih lama, kami hanya menitip tas dan melanjutkan pengamatan.

Di wilayah penginapan para backpacker ini (Chanasongkhram) dan Khaosan Road, merupakan tempat yang menjadi tujuan wisatawan. Pada malam hingga dini hari, akan mudah ditemukan sampah yang berserakan karena aktivitas wisatawan di kawasan ini yang memang dilakukan di malam hari. Memang, di wilayah Khaosan Road ini banyak bar dan tempat makan yang beraktivitas di malam hari dan memproduksi sampah dalam jumlah besar. Tapi di pagi harinya, sampah tersebut hilang! Sampah-sampah dibersihkan oleh petugas kebersihan yang datang tiap pagi dengan truk sampahnya. Petugas kebersihan ini mengambil sampah dan kemudian memilah-milah sampahnya, misal: botol dengan botol, plastik dengan plastik, and so on.

Tim pun berjalan-jalan dan menyusuri Susie Walking Street. Ini merupakan area gang yang dikhususkan untuk pejalan kaki di kawasan Khaosan Road, yang terdapat banyak penjual makanan dan souvenir di pinggir-pinggirnya. Uniknya, di kawasan ini tak ditemukan tempat sampah. Padahal, kawasan ini juga kawasan yang sering dikunjungi wisatawan. Meski begitu, Susie Walking Street terlihat bersih dan tak ada sampah kala itu. Menurut Daovung (27 tahun), salah satu penjaga toko souvenir, di kawasan ini (Bangkok) memang jarang ada tempat sampah. Masyarakat lebih suka mengumpulkan sampah pada plastik kresek, yang kemudian nanti akan diambil oleh petugas kebersihan dari pemerintah setempat. Masyarakat pun tak mau buang sampah sembarangan, tambah Daovung. Selain itu, tiap pagi (sekitar pukul 05.00) petugas kebersihan akan keliling mulai membersihkan area itu, sehingga ketika pengunjung berdatangan, kawasan sudah bersih lagi. Waktu pagi untuk membersihkan pun dipilih agar petugas kebersihan lebih leluasa saat membersihkan, karena masih sepi belum banyak pengunjung. Menurut Daovung, “Bangkok is dangerous.” Itulah alasan minimnya tempat sampah di Bangkok. Mereka takut jika ada orang yang akan memasukkan bom atau benda berbahaya lain jika disediakan banyak tempat sampah dalam ukuran besar. Oleh karena itu, masyarakat pun lebih memilih membuang sampah dengan mengumpulkannya pada plastik kresek yang kemudian akan diambili oleh petugas.

Setelah berjalan-jalan di kawasan Khaosan Road, tim melangkah ke salah satu taman kota. Di pinggiran Sungai Chao Phraya, banyak disediakan taman kota. Salah satunya adalah Santichai Prakarn Park. Di taman ini, kebersihan juga terjaga. Ada banyak tempat sampah, namun tidak dalam ukuran besar. Selain itu, ada larangan No Alcohol, No Smoking di taman ini.

Minggu, 13 Maret 2011

Hari kedua di Bangkok, tim memilih untuk mengunjungi kawasan wisata belanja tradisional. Pagi-pagi kami berangkat dan tujuan pertama adalah Chinatown, yang dilanjutkan dengan Chatujak Weekend Market. Senada dengan hal yang diutarakan Daovung, di Chinatown juga sulit ditemui tempat sampah. Lebih mudah menemukan kumpulan sampah dalam plastik kresek di pojokan depan rumah/ restoran/ tempat makan/ toko. Sepertinya hal tersebut memang disengaja, karena agar memudahkan petugas kebersihan untuk mengambil sampah-sampah rumah tangga atau sampah usaha. Tapi ada satu hal yang perlu diperhatikan adalah polusi udara berupa bau. Di pinggir jalan Bangkok, dan salah satunya di Chinatown ini, banyak ditemukan penjual makanan kaki lima. Keadaan di Chinatown yang ramai dan sumpek, diperparah dengan bau makanan bercampur bau limbah, dapat mengurangi kenyamanan pengunjung. Hal sama juga dirasakan di Chatujak Weekend Market. Minim tempat sampah dan bau. Namun tata letak kios-kios di Chatujak Weekend Market yang teratur dan terbuka, mengurangi rasa sumpek yang ada.

Sepanjang perjalanan menuju Chinatown atau Chatujak Weekend Market, jarang sekali ditemukan tempat sampah ataupun peringatan no littering. Hal yang banyak ditemukan adalah sampah dalam plastic kresek besar di depan bangunan, baik rumah atau tempat usaha. Dan sejauh pengamatan, sampah memang belum dipilah-pilah oleh masyarakatnya. Sampah akan dipilah oleh petugas kebersihan (dengan truk sampah.red) dari pemerintah yang telah penulis sebut di awal.

Dalam perjalanan dari Chatujak Weekend Market, penulis menemukan hal kreatif. Yakni adanya souvenir produk daur ulang. Di pinggir jalan di daerah Soi Rambutri, ada penjual miniatur tuk-tuk (kendaraan khas Thailand) dan tas yang terbuat dari kaleng bekas minuman soda. Untuk miniatur tuk-tuk dihargai 100 THB dan tas dihargai 150 THB. Selain itu, ada pula block note yang terbuat dari kertas daur ulang. Dari sini dapat dilihat bahwa kreativitas memang dibutuhkan untuk mendapat double keuntungan, yakni mendapatkan uang dengan memanfaatkan sampah daur ulang dan mengurangi limbah sampah.

Selain itu, di salah satu jalan besar (Phrasumen Road), terdapat peringatan Please Do Not Litter, Thank You yang ditempel di pohon. Peringatan ini dilakukan hanya dengan cara sederhana, yakni dengan kertas putih biasa tanpa embel-embel gambar atau symbol no littering. Di pinggir jalan raya besar atau jalan utama pun tak banyak tempat sampah. Meski begitu, peringatan no littering banyak ditemui dalam alat transportasi. Di taksi-taksi, di stasiun BTS Sky Trains, ataupun dalam BTS Sky Trains itu sendiri, akan mudah ditemukan simbol no smoking dan no littering.

KAMBOJA

SINGKAT PADAT, SAYA KURANG JELAS =D

Senin, 14 Maret 2011

Pada hari itu, kami masih di Bangkok. Namun, sekitar pukul 09.00 kami menuju Hualamphong Station untuk naik bus menuju Kamboja. Tim menemukan hal menarik selama perjalanan menuju Siem Reap. Karena bus melewati wilayah yang bisa dibilang bukan kota, kami melihat perumahan penduduk yang jaraknya berjauhan dan dikelilingi lahan luas bertanah merah. Selain itu, di depan rumah-rumah tersebut pasti ada lubang besar yang terisi oleh air. Dan penulis sempat melihat hewan ternak minum dari lubang tersebut. Sebenarnya, dengan membuat lubang besar itu adalah cara kreatif bagi pemelihara ternak. Namun, perlu diwaspadai dengan kemungkinan adanya jentik nyamuk dalam genangan air tersebut.

Sekitar pukul 21.00, tim pun sampai di Siem Reap. Kami transit dan menginap di Siem Reap untuk melanjutkan perjalanan keesokan harinya.

Selasa, 15 Maret 2011

Esok hari pukul 07.00, tim berangkat dari Siem Reap menuju Phnom Penh. Siang hari, tim sampai di Phnom Penh dan menemukan pemandangan yang berbeda dari wilayah selama perjalanan ke Siem Reap sebelumnya. Tentu berbeda karena Phnom Penh adalah ibukota Kamboja, sehingga lebih modern dan padat penduduk.

Selama sekitar 3 jam di Phnom Penh, tim melakukan pengamatan kecil terkait lingkungan hidup. Bahwasanya, sulit sekali menemukan tempat sampah umum di sini! Terutama di sekitar wilayah transit bus. Sehingga tim sempat kebingungan ketika akan membuang sampah. Tempat sampah yang terlihat hanya yang disediakan oleh tempat sampah rumah tangga.

Selain itu, di Phnom Pehn ini banyak kendaraan bermotor. Polusi udara pun kemungkinan besar terjadi. Namun, hal itu disiasati dengan adanya beberapa pohon dan taman kecil di pinggir-pinggir jalan. Meski tidak sejuk, setidaknya Phnom Penh masih terasa hijau dan tidak sumpek dengan banyaknya pohon dan taman tersebut.

VIETNAM

HO CHI MINH CITY: KOTA DENGAN ELEMEN YANG SALING MELENGKAPI

Selasa, 15 Maret 2011

Sekitar pukul 21.00 tim pun tiba di Ho Chi Minh City, ibukota Vietnam. Dan di jam tersebut, penulis masih menemukan adanya petugas kebersihan yang menyapu jalan dan mengambil sampah. Bahkan ketika tim jalan-jalan di sekitar jam 23.00, masih ada petugas kebersihan yang bekerja. Wow!

Rabu, 16 Maret 2011

Pukul 08.00, tim pun bergerak untuk melanjutkan pengamatan. Dari hasil pengamatan, di Ho Chi Minh City ini sama dengan di Bangkok. Tidak banyak tempat sampah di pinggir jalan besar, tapi sampah dimasukkan ke dalam kresek dan dikumpulkan di pojokan. Namun, penulis menemukan beberapa perempuan berumur (pemulung.red) yang mengambili sampah. Dan ketika dilihat ke dalam keranjang dorongnya, penulis menemukan bahwa mereka sudah memilah-milah sampahnya sesuai jenis. Misal saja adalah botol plastik dikumpulkan dengan botol plastik, atau kaleng dengan kaleng.

Hal paling menonjol dari HCMC adalah transportasinya yang, menurut penulis, ruwet. Banyak sekali sepeda motor pribadi atau mobil yang memenuhi jalanan HCMC. Mereka seperti semut yang menggerombol dan membentuk garis teratur ketika lampu merah, dan gerombolan itu bubar seketika saat lampu hijau menyala. Ramai sekali!

Akan tetapi, keruwetan jalan tersebut tertutupi dengan kesejukan taman kota yang ada di sepanjang jalan di HCMC District 1 tersebut. Pengamatan pun dilakukan di taman kota. Sayangnya, di taman kota di Pham Ngu Lao Street, banyak ditemui sampah berserakan dan ditinggal oleh bekas pemakainya, seperti sampah botol minuman, sampah plastik, dan sampah lainnya. Padahal di taman itu ada semacam papan regulasi dalam taman kota, yakni Regulations in Park 23-9. Salah satunya poin dari Regulations in Park 23-9 berbunyi ‘Be tidy, polite, and civilized. Take part in healthy activities and keep public hygiene without littering and messing.’

Meski begitu, di taman kota ini juga tetap ada petugas kebersihan yang menyapu dan mengambil sampah dari tempat sampah yang ada. Menurut Nguyen Thi Thanh Nguyen (24 tahun), petugas kebersihan di taman kota akan membersihkan taman sekitar 1-2 kali dalam sehari. Ketika ditanyai tentang regulasi terkait lingkungan hidup, Nguyen mengaku tidak tahu dan menganggap bahwa hal-hal tersebut sepertinya tidak diketahui oleh masyarakat umum. Ia hanya tahu bahwa tak ada denda terkait buang sampah sembarangan.

Di taman kota ini, juga banyak ditemui pedagang asongan. Sehingga maklum jika masih terdapat beberapa sampah yang berserakan. Beruntung ada petugas kebersihan yang dengan cepat membuat taman kota menjadi bersih dan nyaman lagi.

Tempat pengamatan selanjutnya adalah Benh Thant Market. Benh Thant Market itu seperti Central Market di Malaysia, namun lebih ruwet karena space antar kios/ penjual yang kurang besar. Di Benh Thant Market ini, penulis juga sulit menemukan tempat sampah. Meski begitu, sampah berserakan jarang sekali ditemui. Sekali lagi, yang ditemukan adalah sampah dalam plastik kresek yang terletak di pojok.

Pengamatan di Benh Thant Market pun berakhir. Pukul 16.00, tim menuju Bandara Tan Son Nhat. Ada hal unik di bandara internasional Vietnam ini. Di toiletnya, tidak ada tempat sampah. Tempat sampah hanya ada di tiap bilik toilet. Tisu-tisu bekas digunakan pun banyak berserakan di sisi-sisi wastafel. Namun, ada petugas kebersihan yang stand by dan dengan cepat mengambili tisu-tisu itu. Dan di tempat sampah di bilik toilet, ditempel tulisan peringatan “Please put rubbish into toilet-bin! Do not put rubbish into toilet seat!”

Sebenarnya, tulisan yang serupa juga ditemukan di toilet penghinapan. Dengan menggunakan kata-kata pengulangan, kata-kata tersebut akan lebih mudah dipahami.

Petualangan di negara orang pun selesai setelah Vietnam ini. Petualangan di negeri sendiri sudah menanti. Dan tentu saja, petualangan environment-backpacker selama 10 hari itu sangat berkesan dan memberi pelajaran sendiri bagi tim. Terutama dalam hal menjaga dan menghargai lingkungan hidup! =)

*”kami” di sini adalah tim, yang terdiri dari saya (galuh), vinia, ike, novi, yesa, wisnu, wahyu, dan bang abrar (dosen pencetus proyek).